Kamis, 26 April 2012

Cinta dan Dongeng


Cinta dan Dongeng
Cerpen oleh mulyono

“Kringggg.....!!!”

“Assalamualaikum”. Pesan baru dari Handphone ku, tertulis salam dari pengguna nomor baru. Dan ku jawa “Waalaikumsalam....”.

“Ini maya ya....?”, balasan sms pun datang menjawab salamku.

Langsung ku balas “Iya. . .ini me, ne spa ya?”, pesan singkat ku lontarkan kembali kepada pemilik nomor baru dalam Handphoneku.


Panggilan masuk pun berdering lewat Handphone ku dengan nomor baru itu. Ku jawab salamnya dan pembicaraan pun berlangsung dengan ku. Pemilik nomor baru itu adalah seorang pria yang bernama Andi. Dia mendapatkan nomor teleponku dari Abang angkat ku yang ku kenal baik selama ini.

Perkenalan baru yang bermula lewat Handphone membawa aku dan dia akrab. Saling bercerita tentang kehidupan masing-masing, bercanda bersama meski lewat Handphone.

Pertemuan pun kami rencanakan di rumahku yang sederhana. Di malam yang cerah dia datang bersama seorang teman yang menemaninya.

“Assalamualaikum. . . .?” terdengar dari luar pintu rumahku seseorang mengucap salam seraya mengetuk pintu rumahku.

“Waalaikumsalam. . .” jawabku sambil ku buka pintu rumahku.

Seraya tersenyum sopan, seorang pria berdiri di hadapanku sambil bertanya kepadaku, “Benarkah ini rumahnya Me?” tanyanya singkat.

“Ya benar, , , Anda siapa dan ada perlu apa dengan saya?” ku jawab pertanyaannya sambil ku lontarkan pertanyaan balik kepadanya.

“Saya Andi yang menelpon Kamu tadi” jawabnya singkat.

“Oh. . . Bang Andi itu ya. . .?? hmmm. . . . ayo silahkan masuk, kirain siapa tadi.” Jawabku sambil menyuruh dia dan temannya masuk kedalam rumah.

“Silahkan masuk dan silahkan duduk,” ku persilahkan lagi kepadanya.

“Iya. . . terima kasih,” seraya berjalan masuk dan duduk di kursi yang ada di ruang tamu rumah ku.

“Sebentar ya. . .!!” jawabku sambil ku tinggalkan mereka sejenak di ruang tamu, ku bergegas pergi ke dapur dan membuatkan 2 gelas teh manis panas dan ku persilahkan kepada mereka.

“Diminum tehnya, , , tapi masih panas sangat,” kataku basa-basi.

“Iya terima kasih, , , “ jawab mereka.

“Gimana. . . susah ya nyari alamat rumah Me?”, tanyaku membuka suasana yang hening.

“Iya. . . sempet juga nyasar tadi, soalnya belum pernah main-main ke daerah sini,” balasnya.

“Ya. . . begini lah keadaan rumah Me,”

“Hmmm. . . sunyi ya disini, kemana semua keluarga Me?” tanya nya kepadaku.

“hmmm.... kalau bapak sama mamak Me lagi di kamar lihat televisi, adik Me yang pertama lagi keluar latihan main Band, kalau adik Me yang kedua lagi lihat tv di ruang tengah, sedangkan kedua kakak Me udah berumah tangga mereka udah tinggal di rumah mereka masing-masing,” jawabku menjelaskan.

“Oo. . . kirain pada pergi, soalnya sunyi sih rumahnya.” Katanya balik.

Aku yang memang terkenal mudah bergaul dengan orang laen dengan mudah bisa membawa suasana menjadi ramai dan tidak terasa canggung dalam berbicara meskipun baru pertama kali bertemu. Pembicaran dan canda tawa di ruang tamu membawa kami lupa bahwa kami baru bertemu, seakan udah lama sangat berkenalan. Nah, , , itu lah sifat pribadi Me yang mudah membaur dengan orang laen. Tak terasa waktu udah menunjukkan jam 11 malam. Dia dan temannya permisi buat pamit pulang.

“Berhubung sudah malam, kami pamit pulang dulu ya, laen waktu bolehkan kami main ke rumah Me lagi,? Tanyanya kepadaku .

“Boleh saja atuh bang, , ,” jawabku dengan gaya bicaraku yang terbilang unik, yang mencampurkan bahasa daerah laen.

“Ya udah kalo begitu, , , Assalamualaikum Meme?” kami pamit pulang, katanya kepadaku sambil bergegas pulang.

“Waalaikumsalam bang, , ,” jawabku.

Ku bersihkan ruang tamu ku yang tadi berantakan. Saat selesai ku bersihkan lalu ku rebahkan tubuhku di tempat tidur. Tak lama Handphoneku berdering. Sebuah panggilan masuk dari bang Andi. Ku perhatikan sejenak, lalu ku angkat segera teleponku.

Mei :”Hallo Assalamualaikum Bang.....?” sapaku lewat Handphone.
Bang Andi :”Waalaikumsalam Meme. . .” balasnya.
Mei :”Ada apa bang, , ,? Apa ada yang tertinggal di rumah Me?” tanyaku heran, karena baru saja mereka beranjak pamit pulang, kemudian Handphoneku berdering.
Bang Andi :”hmm. . . nggak ada apa-apa kok, Cuma pengen ngobrol aja neh sambil makan...”
Mei :”Oo. . .kirain ada yang tertinggal di rumah Me, , eh rupanya. . .rupanya. . .”
Bang Andi :”Heeee. . . nggak apa kan Mei, Bang nelepon neh?”
Mei :”nggak apa atuh Bang. . .”
Bang Andi :”Ternyata bener ya. . . nggak dari Handphone maupun jumpa langsung, Meme ananknya enak kalau di ajak ngomong gitu, mudah akrab orangnya,”
Mei :”Heeee. . . begini lah Me, Bang, orangnya”

Pembicaraan yang bisa di bilang ya. . . seperti orang-orang pada umumnya, membawa keramahan tersendiri bagi siapa yang mengenal diriku. Terkesan tomboy, tapi paling asyik jika diajak bicara. Semenjak perkenala itu, kami semakin akrab dan semakin sering bertemu. Hingga pada akhirnya membawaku untuk menemaninya menghadiri sebuah acara pernikahan temannya. Aku yang biasa tampil dengan gaya ku sendiri kini ku hadir dengan balutan gaun putih dengan rambut yang sengaja ku tata beda dengan high heel senada dengan gaun yang ku kenakan. Mungkin yang biasa melihat aku bergaya tomboy, sekarang bisa menjadi cewek feminim yang benar-benar beda di malam acara tersebut. Tak dipungkiri juga, dia yang biasa melihat aku langsung gak percaya saja melihat aku yang sekarang ini.

Bang Andi :”Waw, , , , I like it’s. . .”

Mei :”hmmm. . . apa sihh. . . Jangan diliatin terus, Me jadi gak PeDe atuh” jawabku dengan muka malu.

Bang Andi :”Ngapain malu. . . beneran lo. . . I Like this. . . sumpah beda banget lo” jawabnya memujiku.

Mei :”Udah ach. . . jangan komen terus, , ,buruan kita pergi ntar kemalaman “, pintaku.

Bang Andi :”Ya udah yuk . . . tapi entar dulu, Bang pamitan dulu sama orang tua Me,”


Mei :”Silahkan bang, , , tuh mama ada kok di ruang tengah”

Dalam perjalananku menuju tempat dimana acara itu di gelar, banyak pembicaraan yang kami lontarkan. Tak khayal sebuah komentar perubahanku. Dari pertanyaan dan pertanyakan ku menjelaskan bagaimana diriku ini.

Mei :”Ya, , , seperti bang lihat sekarang ini, Me yang biasanya tampil apa adanya dengan gaya tomboynya Me, sebenarnya Me bisa tampil dengan gaya feminim seperti saat ini, Cuma Me kadang-ladang aja kayak gini, bisa di bilang jika ada iven-iven kayak gini neh, Me kadang menyesuaikan keadaan sekitar Me, bagaimana berpakaian saat bekerja, di rumah, kumpul dengan teman, atau pun pergi ke pesta,” kata ku menjelaskan panjang lebar dengan nya.

Bang Andi :”Tapi beneran. . .Bang jadi PeDe kalau seperi ini, beda banget lo Me malam ini, sungguh I Like it banget lo.”
Mei :”Ya makasih bang.”

Akhirnya tiba di tempat dimana kami tuju. Setiba di sana aku merasa nggak enak banget di lihati oleh para tamu undangan yang hadir dalam acara tersebut. Aku sampai berpikir kalau ada yang salah dengan diriku hingga banyak yang melihat aku di malam itu. Tapi dia menyakinkan k kalau gak ada yang salah dengan diriku, itu karena aku tampil beda dengan lainnya. Mendengar ucapannya kepadaku, aku berusaha nyantai membawa suasana seperti itu. Dan sukses juga acara menemani dia.

Perkenalan yang singkat itu akhirnya menumbuhkan rasa di antara kami berdua. Tak bisa di tutupi lagi, cinta pun tumbuh diantara kami. Hari demi hari kami lalu, semakin lama semakin dekat. Walau kadang kami tidak sesering bertemu, percakapan lewat Handphone juga bisa mendekatkan kami jauh lebih dekat ketimbang terus bertemu muka.

Saling mengerti, saling mengingatkan, saling percaya kami patokan dalam hubungan kami. Keterbukaan satu sama yang lain juga kami lakukan dengan sikap dewas. Hingga keseriusan di antara kami ada.

Saat dia kerja, dan mengharuskan dia tak bisa bertemu denganku, ku menghargainya. Kami saling mengingatkan satu sama yang lain agar selalu dekat dengan Yang Maha Esa. Itu lah satu poin dimana aku bisa mencintainya, selain aku bisa deket dengan cintainya, aku juga bisa mendekatkan diri dengan Yang Maha Esa.

Tapi di perjalanan cintaku selalu tak semulus dengan hari-hariku yang ku lewati dengan senyum ceria dan semangat. Aku harus merasakan rasa sakit hati kembali dengan yang namanya Cinta. Pertemuan dan hubunganku tak secerah awan dan ibarat umur, hanya seumur jagung. Tanpa alasan yang pasti, ku harus melepaskan cintaku yang telah bersamaku untuk orang laen. Sungguh cinta yang katanya indah, kini bagai dongeng di saat malam tiba, dimana yang katanya indah tidak bisa aku rasakan. Kini diriku tidak bisa berbuat banyak tentang hal ini, ku harus bisa menjadi aku sebelum atau pun sesudah nya, aku adalah aku. Semogga Allah selalu menuntunku dan memberikan ku kesabaran dalam menjalani kehidupan aku ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar